Kena Pajak 3%, Harga Mobil Murah Jadi Mahal
JAKARTA, AVOLTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian resmi menerbitkan aturan terbaru untuk Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Payung hukum melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Menperin) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah, yang resmi diundangkan per 31 Desember 2021.
Dalam peraturan tersebut, tepatnya pada pasal 4 ayat 1 disebutkan jika Kendaraan Bermotor dan Hemat Bahan Bakar (KBH2) atau low cost green car (LCGC) termasuk dalam kategori mobil beremisi rendah, bersama dengan hybrid, plug-in hybrid (PHEV) listrik, flexi engine, dan hidrogen (FCEV). Aturan ini, juga merupakan petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari PP 73 2019 yang diubah menjadi PP 74 2021.
Disebutkan dalam peraturan ini, mobil LCGC sudah tidak lagi mendapatkan pajak 0 persen, atau 15 persen yang tercantum di PP 74 2021, tapi dikenai pajak 3 persen.
Kendaraan pribadi yang kerap dijuluki mobil murah ini, kini jadi mahal. Pasalnya, sejak meluncur ke pasar mulai 2013, mobil murah ini punya keistimewaan tidak bayar PPnBM, karena dianggap bukan barang mewah.
Padahal, semua mobil yang dijual di Indonesia kena PPnBM karena memang sejatinya barang mewah, bukan masuk kebutuhan primer maupun sekunder.
Sementara itu, di pasal 4 ayat 1 dikatakan bahwa KBH2 harus menggunakan mesin bensin dengan kapasitas maksimal 1.200cc serta konsumsi bahan bakar minimal 20 kilometer per liter, dan emisi karbon dioksida minimal 120 gram per kilometer.
Disebutkan juga di pasar dan ayat yang sama butir e, harga jual maksimal dari KBH2 berdasarkan lokasi kantor pusat agen pemegang merek adalah Rp135 juta. Naik dari Permenperin 33 2013 pasal 2 yaitu, batas tertinggi harga jual (NJKP) sebesar Rp95 juta.
Angka ini adalah harga penyerahan ke konsumen, sebelum dikenai pajak daerah, bea balik nama, dan pajak kendaraan bermotor, sesuai bunyi pasar empat ayat tiga tersebut.