Cina vs India di WTO: Protes Bahan Baku Baterai EV

JAKARTA, AVOLTA – Pemerintah Tiongkok telah secara resmi mengajukan keberatan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), terhadap kebijakan subsidi yang dijalankan oleh India untuk kendaraan listrik (EV) dan produksi sel baterai.

Cina menilai bahwa kebijakan-kebijakan seperti PM E-Drive dan insentif Production Linked Incentive (PLI), memberikan perlakuan diskriminatif terhadap produsen luar negeri, serta memberi keuntungan berlebih bagi pelaku industri domestik India.

Disitat dari NDTV, program PM E-Drive yang diluncurkan pada 2024, memberikan subsidi dan insentif pajak bagi produsen dan pemasok yang membangun EV serta komponennya di dalam negeri India. Sedangkan skema PLI, yang sudah berjalan sejak 2020, memberikan insentif tambahan berdasarkan volume produksi dan tingkat lokalitas komponen di dalam negeri.

Menurut Tiongkok, skema tersebut dapat dikategorikan sebagai import-substitution subsidies, yaitu subsidi yang mendorong penggunaan produk domestik ketimbang barang impor, sebuah praktik yang bertentangan dengan prinsip perlakuan nasional dalam peraturan WTO.

Dalam responsnya, Cina mengajukan permintaan konsultasi dengan India melalui WTO sebagai tahap awal dalam penyelesaian sengketa. Bila konsultasi ini tidak menghasilkan kesepakatan, proses bisa lanjut ke pembentukan panel sengketa WTO, untuk memutuskan apakah kebijakan India benar-benar melanggar kewajiban internasionalnya.

Selain itu, Cina juga menyatakan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah tegas demi melindungi hak dan kepentingan produsen domestiknya.

Tak hanya soal kebijakan subsidi, sengketa ini juga menyentuh aspek rantai pasokan strategis. India dikabarkan sedang menyusun skema baru untuk mendukung produksi magnet “end-to-end” dari bahan tanah jarang (rare earth oxide). Di sisi lain, Cina telah menerapkan pembatasan ekspor magnet tanah jarang serta kontrol ekspor atas bahan seperti lithium, katoda, dan anoda grafit, elemen penting dalam baterai kendaraan listrik.

Dengan demikian, persaingan antara kedua negara tak lagi hanya soal subsidi, tapi juga penguasaan atas rantai pasok teknologi hijau global.

CATEGORIES
TAGS